MAKALAH
MANAGEMENT MALNUTRISI PADA ANAK
Disusun untuk memenuhi salah satu
tugas Mata kuliah Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi
Disusun
oleh kelompok 1 :
STIKes
MITRA KENCANA TASIKMALAYA
Tahun
Ajaran 2009/2010
KATA
PENGANTAR
Puji dan
syukur seraya dilimpahkan kehadirat-Nya, yakni Allah Swt. Sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas Gizi Dalam Kespro yang berjudul “Management Malnutrisi Pada Anak”. Shalawat serta salam semoga
terlimpahkan kepada Nabi kita Habibana Wanabiyana Muhammad SAW.
Dalam
pembuatan tugas ini penulis banyak mengalami hambatan yang dihadapi. Namun
akhirnya semua kesulitan tersebut dapat di atasi.
Mengingat
hal itu, penulis menyadari dan meyakini bahwa dalam menyelesaikan makalah ini
penulis tidak lepas dari kesulitan dan kekurangan yang dihadapi.
Untuk
itu semua saran dan kritik yang sifatnya membangun, penulis terima dengan
tangan terbuka.
Besar
harapan penulis semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan
umumnya bagi semua untuk menambah ilmu pengetahuan Amin.
Tasikmalaya, Juni
2010
Penulis
i
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang............................................................................ 1
B.
Tujuan.......................................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Malnutrisi.................................................................. 3
B. Penyebab Malnutrisi................................................................... 4
C.
Penyakit atau Gangguan Pada Malnutrisi................................... 5
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan................................................................................. 10
B.
Saran............................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Prevalensi malnutrisi di Indonesia masih tinggi. Selain
malnutrisi, prevalensi penyakit kronik seperti hipertensi, diabetes melitus,
penyakit jantung koroner bahkan kanker semakin meningkat. Peran nutrisi
terhadap perkembangan penyakit tersebut sangat penting. Sebenarnya morbiditas
dan mortalitas penyakit kronik tersebut dapat dicegah melalui modifikasi diet
dan gaya hidup.
Banyak dokter umum yang belum menerapkan secara rutin
penatalaksanaan nutrisi bagi pasiennya. Pendidikan gizi di kalangan mahasiswa
dan di rumah sakit merupakan komponen esensial dalam pendidikan dokter. Para
mahasiswa biasanya belum mendapatkan pengetahuan mendalam tentang peran diet pada
pencegahan dan penatalaksanaan pasien. Belum pernah ada penelitian yang
membuktikan pentingnya sistem pembelajaran berorientasikan nutrisi dalam
pengelolaan pasien bagi mahasiswa di Indonesia.
Pembelajaran berorientasi nutrisi dalam menangani
kasus-kasus di rumah sakit bagi mahasiswa kedokteran meliputi konseling,
anamnesis gizi, skrining pasien dengan risiko malnutrisi atau sudah tergolong
malnutrisi. Jika sudah tergolong malnutrisi perlu dilakukan terapi nutrisi.
Bagi pasien dengan risiko malnutrisi harus dicegah agar tidak jatuh ke dalam
status malnutrisi. Dengan pengetahuan, sikap dan perilaku dokter yang baik dalam
penatalaksanaan nutrisi sebagai bagian dari manajemen terapi pasien, diharapkan
prevalensi malnutrisi di Indonesia dapat menurun.
1
B. Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian dari malnutrisi terutama pada anak-anak khususnya
pada balita
2.
Untuk mengetahui penyebab terjadinya malnutrisi
3.
Untuk mengetahui daerah-daerah di Indonesia yang masih rentan dengan maslah
malnutrisi
4. Untuk mengetahui
penyakit-penyakit atau gangguan yang disebabkan karena kekurangan atau
kelebihan gizi.
2
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Malnutrisi
adalah istilah umum untuk suatu kondisi medis yang disebabkan oleh pemberian
atau cara makan yang tidak tepat atau tidak mencukupi. Istilah ini seringkali
lebih dikaitkan dengan keadaan undernutrition (gizi kurang) yang diakibatkan
oleh konsumsi makanan yang kurang, penyerapan yang buruk, atau kehilangan zat
gizi secara berlebihan. Namun demikian, sebenarnya istilah tersebut juga dapat
mencakup keadaan overnutrition (gizi berlebih). Seseorang akan mengalami
malnutrisi bila jumlah, jenis, atau kualitas yang memadai dari zat gizi yang
mencakup diet yang sehat tidak dikonsumsi untuk jangka waktu tertentu yang
cukup lama. Keadaan yang berlangsung lebih lama lagi dapat menyebabkan
terjadinya kelaparan.
Malnutrisi
akibat asupan zat gizi yang kurang untuk menjaga fungsi tubuh yang sehat
seringkali dikaitkan dengan kemiskinan, terutama pada negara-negara berkembang.
Sebaliknya, malnutrisi akibat pola makan yang berlebih atau asupan gizi yang
tidak seimbang lebih sering diamati pada negara-negara maju, misalnya dikaitkan
dengan angka obesitas yang meningkat. Obesitas adalah suatu keadaan di mana
cadangan energi yang disimpan pada jaringan lemak sangat meningkat hingga ke
mencapai tingkatan tertentu, yang terkait erat dengan gangguan kondisi
kesehatan tertentu atau meningkatnya angka kematian.
Ketika
berbicara mengenai gizi kurang (undernutrition), perhatian terbesar akan
ditujukan pada anak, terutama balita. Hal ini dikarenakan pada usia tersebut,
asupan kurang yang berlangsung dalam jangka waktu yang panjang, akan memberikan
dampak terhadap proses tumbuh kembang anak dengan segala akibatnya di kemudian
hari. Tidak hanya pada pertumbuhan fisik anak, tetapi juga perkembangan
mentalnya. Satu hal yang akan berdampak pada produktivitas suatu bangsa.
3
Masalah
malnutrisi masih ditemukan pada banyak tempat di Indonesia, dan ironisnya
Indonesia mengalami kedua ekstrim permasalahan malnutrisi. Di satu sisi, daerah
yang mengalami rawan pangan dan kelompok dengan kemampuan ekonomi yang kurang memadai
amat rentan terhadap terjadinya malnutrisi dalam bentuk gizi kurang. Organisasi
pangan dunia (FAO) mencatat pada kurun waktu 2001-2003 di Indonesia terdapat
sekitar 13,8 juta penduduk yang kekurangan gizi. Sementara berdasarkan data
Survei Sosial Ekonomi Nasional 2005, angka gizi buruk dan gizi kurang adalah 28
% dari jumlah anak Indonesia.
Di sisi lain, di beberapa tempat seperti
daerah perkotaan dan pada kelompok ekonomi berkecukupan, obesitas menjadi
bagian dari masalah kesehatan. Sekalipun belum ada data resmi yang diungkapkan
pemerintah, beragam penelitian menunjukkan angka obesitas yang cukup
mencengangkan. Satu di antaranya menyebutkan hingga 4,7% atau sekitar 9,8 juta
penduduk Indonesia mengalami obesitas, belum termasuk 76,7 juta penduduk (17,5%)
yang mengalami kelebihan berat badan atau berpeluang mengalami obesitas. Lebih
menyedihkan lagi, angka obesitas pada anak juga cukuptinggi.
B.
Penyebab
Malnutrisi
Keadaan
undernutrisi sering disebabkan oleh keadaan kekurangan pangan baik karena
masalah produksi atau masalah distribusi patut dijadikan catatan bahwa tidak
jarang undernutrisi, khususnya pada anak, juga terjadi karena kesalahan pola
pemberian makanan ataupun jenis makanan yang diberikan. Akibatnya anak tidak
mendapatkan asupan yang memadai bagi pertumbuhan fisik dan perkembangan
mentalnya. Hal yang serupa juga terjadi pada masalah overnutrisi di mana,
asupan yang didapatkan tidak semata-mata dalam jumlah yang banyak saja tetapi
juga memiliki kandungan gizi yang nilai kalorinya terlalu tinggi. Sepintas,
dapat diamati bahwa kedua permasalahan ini mungkin berpangkal pada pengetahuan
yang kurang memadai tentang gizi di masyarakat. Oleh karenanya, edukasi kepada
masyarakat dengan memberikan informasi yang tepat tentang pemenuhan gizi akan
menjadi langkah yang baik dalam mencegah terjadinya undernutrisi maupun
overnutrisi.
4
C.
Penyakit
atau Gangguan yang diakibatkan oleh Kelebihan atau Kekurangan Zat Gizi
Penyakit-penyakit
atau gangguan-gangguan kesehatan akibat dari kelebihan atau kekurangan zat gizi
dan yang telah merupakan masalah kesehatan masyarakat, khususnya di Indonesia,
antara lain sebagai berikut :
1. Penyakit Kurang Kalori dan Protein (KKP)
1. Penyakit Kurang Kalori dan Protein (KKP)
Penyakit
ini terjadi karena ketidakseimbangan antara konsumsi kalori atau karbohidrat
dan protein dengan kebutuhan energi atau terjadinya defisiensi atau defisit
energi dan protein. Pada umumnya penyakit ini terjadi pada anak balita karena
pada umur tersebut anak mengalami pertumbuhan yang pesat. Apabila konsumsi
makanan tidak seimbang dengan kebutuhan kalori maka akan terjadi defisiensi
tersebut (kurang kalori dan protein).
Penyakit ini dibagi dalam
tingkat-tingkat, yakni :
a. KKP ringan, kalau berat badan anak mencapai 84-95 % dari berat badan menurut
standar Harvard.
b. KKP sedang, kalau berat badan anak hanya mencapai 44-60 % dari berat badan
menurut standar Harvard.
c. KKP berat (gizi buruk), kalau berat badan anak kurang dari 60% dari berat badan
menurut standar Harvard.
a. KKP ringan, kalau berat badan anak mencapai 84-95 % dari berat badan menurut
standar Harvard.
b. KKP sedang, kalau berat badan anak hanya mencapai 44-60 % dari berat badan
menurut standar Harvard.
c. KKP berat (gizi buruk), kalau berat badan anak kurang dari 60% dari berat badan
menurut standar Harvard.
Beberapa
ahli hanya membedakan antara 2 macam KKP saja, yakni KKP ringan atau gizi
kurang dan KKP berat (gizi buruk) atau lebih sering disebut marasmus
(kwashiorkor). Anak atau penderita marasmus ini tampak sangat kurus, berat
badan kurang dari 60% dari berat badan ideal menurut umur, muka berkerut
seperti orang tua, apatis terhadap sekitarnya, rambut kepala halus dan jarang
berwarna kemerahan.
Penyakit KKP pada orang dewasa memberikan tanda-tanda klinis
: oedema atau honger oedema (HO) atau juga disebut penyakit kurang makan,
kelaparan atau busung lapar. Oedema pada penderita biasanya tampak pada daerah
kaki.
5
2. Penyakit Kegemukan (Obesitas)
Penyakit
ini terjadi ketidakseimbangan antara konsumsi kalori dan kebutuhan energi,
yakni konsumsi kalori terlalu berlebih dibandingkan dengan kebutuhan atau
pemakaian energi. Kelebihan energi di dalam tubuh ini disimpan dalam bentuk
lemak.
Pada
keadaan normal, jaringan lemak ini ditimbun di tempat-tempat tertentu
diantaranya dalam jaringan subkutan dan didalam jaringan tirai usus. Seseorang
dikatakan menderita obesitas bila berat badannya pada laki-laki melebihi 15%
dan pada wanita melebihi 20% dari berat badan ideal menurut umurnya.
Pada orang yang menderita obesitas
ini organ-organ tubuhnya dipaksa untuk bekerja lebih berat karena harus membawa
kelebihan berat badan. Oleh sebab itu pada umumnya lebih cepat gerah, capai dan
mempunyai kecenderungan untuk membuat kekeliruan dalam bekerja. Akibat dari
penyakit obesitas ini, para penderitanya cenderung menderita penyakit-penyakit
kardiovaskuler, hipertensi, dan diabetes melitus.
Berat badan yang ideal pada orang dewasa menurut rumus Dubois ialah :
B (kg) = (Tcm - 10) + 10%, dengan :
B = Berat badan hasil perkiraan / pengukuran
T = Tinggi badan
Oleh Bagian Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dilakukan koreksi sebagai berikut :
B (kg) = {(Tcm - 100) - 10%} + 10%
Berat badan yang ideal pada orang dewasa menurut rumus Dubois ialah :
B (kg) = (Tcm - 10) + 10%, dengan :
B = Berat badan hasil perkiraan / pengukuran
T = Tinggi badan
Oleh Bagian Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dilakukan koreksi sebagai berikut :
B (kg) = {(Tcm - 100) - 10%} + 10%
6
Contoh: :
Si Ali (Dewasa) diukur tinggi badannya 160 centimeter maka berat badan Ali yang ideal adalah antara 54 kilogram dengan 66 kilogram (paling rendah 54 kilogram dan paling tinggi 66 kilogram). Apabila orang dewasa yang tinggi badannya 160 cm dengan berat badan dibawah 54 kg maka ia kurang gizi dan bila lebih dari 66 kg, ia termasuk obesitas (kegemukan).
3. Anemia (Penyakit Kurang Darah)
Si Ali (Dewasa) diukur tinggi badannya 160 centimeter maka berat badan Ali yang ideal adalah antara 54 kilogram dengan 66 kilogram (paling rendah 54 kilogram dan paling tinggi 66 kilogram). Apabila orang dewasa yang tinggi badannya 160 cm dengan berat badan dibawah 54 kg maka ia kurang gizi dan bila lebih dari 66 kg, ia termasuk obesitas (kegemukan).
3. Anemia (Penyakit Kurang Darah)
Penyakit
terjadi karena konsumsi zat besi (Fe) pada tubuh tidak seimbang atau kurang
dari kebutuhan tubuh. Zat besi merupakan mikro elemen yang esensial bagi tubuh
yang sangat diperlukan dalam pembentukan darah, yakni dalam hemoglobin (Hb).
Disamping
itu Fe juga diperlukan enzim sebagai penggiat. Zat besi (Fe) lebih mudah
diserap oleh usus halus dalam bentuk ferro. Penyerapan ini mempunyai mekanisme
autoregulasi yang diatur oleh kadar ferritin yang terdapat dalam sel-sel mukosa
usus. Dalam kondisi Fe yang baik, hanya sekitar 10% saja dari Fe yang terdapat
di dalam makanan diserap ke dalam mukosa usus.
Ekskresi
Fe dilakukan melalui kulit, didalam bagian-bagian tubuh yang aus dan dilepaskan
oleh permukaan tubuh yang jumlahnya sangat kecil sekali. Sedangkan pada wanita
ekskresi Fe lebih banyak melalui menstruasi. Oleh sebab itu kebutuhan Fe pada
wanita dewasa lebih banyak dibandingkan dengan pada pria. Pada wanita hamil
kebutuhan Fe meningkat karena bayi yang dikandung juga memerlukan Fe ini.
Defisiensi
Fe atau anemia besi di Indonesia jumlahnya besar sehingga sudah menjadi masalah
kesehatan masyarakat. Program penanggulangan anemia besi, khususnya untuk ibu
hamil sudah dilakukan melalui pemberian Fe secara cuma-cuma melalui puskesmas
atau posyandu. Akan tetapi karena masih rendahnya pengetahuan sebagian besar
ibu-ibu hamil maka program ini tampak berjalan lambat.
7
4.
Xerophthalmia (Defisiensi Vitamin A)
Penyakit
ini disebabkan karena kekurangan konsumsi vitamin A didalam tubuh. Gejala-gejala
penyakit ini adalah kekeringan epitel biji mata dan kornea karena glandula
lakrimalis menurun. Terlihat selaput bola mata keriput dan kusam bila biji mata
bergerak.
Fungsi
mata berkurang menjadi hemeralopia atau noctalmia yang oleh awam disebut buta
senja atau buta ayam, tidak sanggup melihat pada cahaya remang-remang. Pada
stadium lanjut maka mengoreng karena sel-selnya menjadi lunak yang disebut
keratomalasia dan dapat menimbulkan kebutaan.
Fungsi
vitamin A sebenarnya mencakup 3 fungsi yakni fungsi dalam proses melihat, dalam
proses metabolisme, dan proses reproduksi. Gangguan yang diakibatkan karena
kekurangan vitamin A yang menonjol, khususnya di Indonesia adalah gangguan
dalam proses melihat yang disebut xerophthalmia ini.
Oleh
sebab itu penanggulangan defisiensi kekurangan vitamin A yang penting disini
ditujukan kepada pencegahan kebutaan pada anak balita. Program penanggulangan
xerophthalmia ditujukan pada anak balita dengan pemberian vitamin A secara
cuma-cuma melalui puskesmas dan / atau posyandu. Disamping itu program
pencegahan dapat dilakukan melalui penyuluhan gizi masyarakat tentang
makanan-makanan sebagai sumber vitamin.
5. Penyakit Gondok Endemik
Zat
iodium merupakan zat gizi esensial bagi tubuh karena merupakan komponen dari
hormon thyroxin. Zat iodium ini dikonsentrasikan didalam kelenjar gondok
(glandula thyroidea) yang diperlukan dalam sintesa hormon thyroxin. Hormon ini
ditimbun dalam folikel kelenjar gondok, terkonjugasi dengan protein (globulin)
maka disebut thyroglobulin. Apabila diperlukan, thyroglobulin ini dipecah dan
terlepas hormon thyroxin yang dikeluarkan dari folikel kelenjar ke dalam aliran
darah.
8
Kekurangan
zat iodium ini berakibat kondisi hypothyroidisme (kekurangan iodium) dan tubuh
mencoba untuk mengkompensasi dengan menambah jaringan kelenjar gondok.
Akibatnya terjadi hypertrophi (membesarnya kelenjar thyroid) yang kemudian
disebut penyakit gondok.
Apabila
kelebihan zat iodium maka akan mengakibatkan gejala-gejala pada kulit yang
disebut iodium dermatitis. Penyakit gondok ini di Indonesia merupakan endemik
terutama di daerah-daerah terpencil di pegunungan yang air minumnya kekurangan
zat iodium. Oleh sebab itu penyakit kekurangan iodium ini disebut gondok
endemik.
Kekurangan
iodium juga dapat menyebabkan gangguan kesehatan lain, yaitu cretinismaringan
sampai dengan sangat berat (debil).
9
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan
selesainya penyusunan makalah ini berarti kami telah melaksanakan sebagian dari
tugas mata kuliah “Gizi dalam Kesehatan Reproduksi”. Yang mempunyai sub judul ”Management
Malnutrisi Pada Anak”. Sebagai penulis, kami telah memaparkan tentang
malnutrisi pada anak dan dapat menyimpulkannya sebagai berikut:
1. Malnutrisi
adalah istilah umum untuk suatu kondisi medis yang disebabkan oleh pemberian
atau cara makan yang tidak tepat atau tidak mencukupi. Istilah ini seringkali
lebih dikaitkan dengan keadaan undernutrition (gizi kurang) yang diakibatkan
oleh konsumsi makanan yang kurang, penyerapan yang buruk, atau kehilangan zat
gizi secara berlebihan. Namun demikian, sebenarnya istilah tersebut juga dapat
mencakup keadaan overnutrition (gizi berlebih).
2. Keadaan
undernutrisi disebabkan oleh keadaan kekurangan pangan baik karena masalah
produksi atau masalah distribusi patut dijadikan catatan bahwa tidak jarang
undernutrisi, khususnya pada anak, juga terjadi karena kesalahan pola pemberian
makanan ataupun jenis makanan yang diberikan.
3. Penyakit-penyakit atau
gangguan-gangguan kesehatan akibat dari kelebihan atau kekurangan zat gizi dan
telah merupakan masalah kesehatan masyarakat, yaitu :
Penyakit Kurang Kalori dan Protein (KKP), Penyakit Kegemukan (Obesitas), Anemia (Penyakit Kurang Darah), Xerophthalmia (Defisiensi Vitamin A), Penyakit Gondok Endemik.
Penyakit Kurang Kalori dan Protein (KKP), Penyakit Kegemukan (Obesitas), Anemia (Penyakit Kurang Darah), Xerophthalmia (Defisiensi Vitamin A), Penyakit Gondok Endemik.
B.
Saran
Dengan demikian
kami menyadari akan segala kekurangan kami. Dan kami sangat mengharapkan saran
dan kritik. Semoga dengan dibuatnya makalah ini dapat memotivasi dan manfaat
bagi rekan-rekan semua.
10
DAFTAR
PUSTAKA
1. Hark A, Morrison G. 2000. Deelopment of a
case-based integrated nutrition curriculum for medical students. Am J Clin
Nutr;72:890S-897S.
2.
Jeor STS. Krenkel JA, Plodkowsky RA, Veach TL, Tolles RL, Kimmel JH.
2006. Medical nutrition: a comprehensive, school-wide
curriculum review. Supplement: An Evidence-Based Approach to Medical Nutrition
Education. Am J Clin Nutr; 83:963S-967S.
3. Krebs
NF, Primak LE. 2006. Comprehensive integration of nutrition into medical
training. Supplement: an evidence-based approach to medical nutrition
education. Am J Clin Nutr;83:945S-950S.
4. Tobin
B, Welch K, Dent M, Smith C, Hooks B, Hash R. 2003. Longitudinal and horizontal
integration of nutrition science into medical school curricula. Symposium:
innovative teaching strategies for physicians in clinical nutrition. J
Nutr;133:567S-572S.
5. Hark
LA. 2006. Leasson learned from nutrition curricula enhancements. Supplement:
an-evidence based approach to medical nutrition education. Am J Clin
Nutr;83:968S-970S.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar